Rabu, 23 Oktober 2013

Jelajah hutan Lore Utara, menjawab teka-teki Danau Patawu



Pertengahan Juni 2013 lalu saya berkesempatan mengunjungi kota Palu atas undangan saudari Zee Cantigi untuk sebuah kegiatan latihan Navigasi darat yang di selenggarakan oleh komunitasnya yaitu Green Alpen. kesempatan inipun tak saya sia-siakan untuk sekalian berlatih menjelajah di hutan Sulawesi Tengah.

saat melihat lembar peta topografi terbitan Bakosurtanal yang berjudul WUASA, di lembar tersebut ada yang menyita perhatian saya yaitu sebuah danau yang bernama PATAWU. dan setelah bertanya ke beberapa sumber ternyata danau tersebut memang belum banyak di kunjungi oleh para penggiat alam terbuka setempat, ini pula yang menambah keingin tahuan saya tuk segera bekunjung kesana.


Rano Patawu, merupakan sebuah danau yang masih asri terletak di ketinggian 1850 mdpl di tengah lebatnya hutan Lore Utara. beberapa ekor burung belibis terlihat asyik berenang, airnya nan biru menandakan kedalaman danau tersebut.


Mengawali perjalan 


sore itu kami bertiga berangkat dari kota Palu menggunakan 2 sepeda motor tujuan danau Tambing, danau kecil yang terletak di kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Danau Tambing merupakan salah satu tempat tujuan weekend bagi para penggemar kegiatan berkemah sambil memancing. hampir setiap sabtu - minggu tempat ini selalu didatangi para kempers dari kota Palu. malam itu kami bermalam disini untuk memulai perjalan esok hari ke Danau Patawu.


di pagi yang cerah kami mengawali perjalan dari danau Tambing masih menggunakan sepeda motor ke desa Sedoa, yaitu desa terdekat untuk memulai pendakian ke Patawu. Sebelumnya kami sempatkan untuk melapor kepada aparat desa lalu lanjut mencari warung makan tuk sarapan pagi sekaligus menambah perbekalan, pukul 11.00 barulah kami menuju ujung jalan desa hingga tak dapat lagi di lalui sepeda motor dan di rumah terakhir itulah kendaraan kami titipkan.

Di ujung kebun yang berbatasan langsung dengan hutan kami berhenti dan membula lembar peta yang kami bawa untuk langsung berOrientasi memastikan titik kami berada, beberapa acuan kami bidik dengan kompas dan setelah yakin barulah kami melajutkan pendakian.
rumah terakhir tempat kami menitipkan motor

Bernavigasi menuju Patawu


Sungai (Owai) Tawailia menjadi patokan / guide kami di awal perjalanan, kami masih mengikuti jalan setapak yang ada dan setelah menyebrangi 2 anak sungai barulah rencana kami mulai mendaki mengikuti punggungan yang langsung mengarah ke danau Patawu. Sementara jalur yang kami ikuti tidak mengarah ke atas melaikan malah menyebragi sungai utama dan disini kami putuskan tuk membuka jalur ke atas(arah utara) dan tidak mengikuti lagi jalur yang menyebrangi sungai. vegetasi yang kami buka lumayan lebat dan banyak duri rotan dengan kemiringan hingga 40°, sempat terbersit dalam hati "mustahil kalau tak ada jalan ke danau" dan ternyata benar setelah ± 1jam kami menerobos lebatnya vegetasi hutan baru kami temukan jalan setapak. " dari mana jalan ini berasal " tanyaku pada kedua teman seperjalanan "wah ga jelas Kang" jawab Agus, " ya sudah kita ikuti saja terus jalan ini, toh sudah searah dengan rencana semula " jawabku. 

orientasi medan

sesekali kami berhenti tuk menikmati pemandangan sambil menikmati segelas minuman hangat agar tubuh kembali segar (ngosrek *red)

Menjelang senja kami melajutkan perjalanan, perkiraanku sebelum hari gelap kami sudah tiba di tepi danau karena jalan yang kami lalui sudah terlihat jelas. Namun diluar dugaan hari mulai gelap dan kamipun segera mengeluarkan senter masing-masing, jalan yang kami lalui tiba-tiba tak terlihat lagi sementara vegetasi hutan sekitar sudah tak lebat sehingga menyamarkan antara jalan setapak dan bukan. daripada berputar-putar tak jelas arahnya, maka saya putuskan untuk mencari sumber air terdekat dan bermalam disitu. tak lama kami temukan sumber aliran kecil dan sedikit dataran yang cukup untuk mendirikan satu tenda." ..ah, memang sebaiknya segera berhenti jika hari sudah mulai gelap, walaupun kita dapat menentukan arah perjalanan" kataku pada kedua rekan seperjalanan.
resection

Terjawabnya teka-teki itu


pukul 06.35 pagi itu Indra sudah bangun lebih awal, sudah 2x pagi ia bangun paling dulu diantara kami bertiga. Tak lama sayapun segera keluar tenda tuk menikmati segelas teh hangat di pagi hari sambil menghidupkan kembali perapian sisa tadi malam, sesekali saya coba tuk plotting posisi dari GPS kedalam peta dan hasilya memang tak jauh lagi letak danau Patawu kira-kira tinggal 300 meter lagi.

setengah jam kemidian kami bertiga sudah mulai beraktivitas tuk masak sarapan pagi sambil membongkar tenda dan mempackingnya kedalam ransel, " kita harus berangkat lebih awal nih...karena seharusnya kemarin kita tiba di danau".
sungai yang kami lsebrangi

usai packing kami mulai lanjut perjalanan menuju danau, kali ini pilihannya hanya tinggal turun mengikuti aliran air atau memotong punggungan. kami coba ikuti aliran dan ternyata tiba di sebuah rawa dengan gulma rumput yang tinggi-tinggi, awalnya saya mengira rawa itulah danau namun setelah orientasi peta kita masih berada di sungai aliran masuk. tak lama kami putuskan untuk memotong arah punggungan ke atas dan tak lama kami temukan kembali jalur yang semalam hilang lalu kamipun mengikuti jalur itu dan tak lama "SubhanAlloh...itu rupanya danaunya" terlihat hamparan luas nan biru dengan latar belakang langit yang biru pula.

Kami tiba di tepi danau yang terdapat sebuah gubuk yang mungkin sering di gunakan oleh para pencari getah damar.

Perjalanan menuju Gunung (Bulu) Anaso


Usai masak dan makan siang di pondok tepi danau kami segera berkemas dan melanjutkan perjalanan menuju Bulu Anaso karena sesuai rencana kami turun tidak melalui jalur semula, awalnya kami mengikuti jalan setapak mendaki ke arah barat hingga puncak 2107mdpl sampai disini jalurnyapun hilang maklumlah karena jalur para pencari getah damar pasti tidak jelas. Selanjutkan kami mengandalkan arah kompas yang kami kunci ke arah 160° dan terus berusaha konsisten karena kami hampir tidak dapat Orientasi medan karena lebatnya vegetasi dan tidak lagi terlihat puncakan yang lebih tinggi, hampir 2 jam lamanya kami masih berkutat di rerimbunan hutan dan setelah menemukan genakan air berlumut kami putuskan untuk menghentikan perjalanan dan segera mendirikan tenda untuk bermalam karena waktu sudah menujukan pukul 16.40.

Sore itu kami berbagi tugas, saya menggali genangan yang penuh lumut agar dapat menampung air lebih banyak sedangkan Agus dan Indra mendirikan tenda lalu mengumpulkan kayu bakar untuk api unggun nanti malam. Setelah air yang kami tampung terlihat jernih barulah kami ambil tuk mulai memasak agar kami segera menikmati minuman hangat. Walau kami berada di hutan entah-berantah kami tetap berusaha tuk menjaga kondisi tubuh agar fisik tetap terjaga.

Hari sudah mulai gelap seiring terdengar suara unggas malam dan api unggun mulai kami nyalakan sambil menikmati segelas kopi hangat "hmmmmm...segar rasanya setelah seharian tadi beraktifitas, kini tubuh kembali kami manjakan".

Malam itu kami sempatkan membahas jalur yang tadi siang kami lalui sambil mengevaluasinya melalui peta dan kesimpulannya kami akan lakukan untuk esok hari. Malam mulai larut dan kamipun segera mengeluarkan sleeping bag masing2 untuk segera istirahat tidur untuk memulihkan kondisi.

Akhir dari Lintas Rano Patawu


waktu di alrojiku menujukan pukul 06.10, pagi itu rasanya malas sekali hingga mau keluar tenda pun rasanya enggan beranjak. Tapi seperti biasa Indra sudah lebih dulu bangun dan dari celah pintu tenda sudah terlihat ia memasak air, agar bertambah semangat pagi sayapun segera bangun dan keluar tenda. Seperti biasa segelas minuman hangat kami nikmati sambil masak sarapan pagi dan packing agar dapat lebih pagi lagi melajutkan perjalanan.

Usai sarapan kami langsung berkemas tuk lanjutkan perjalanan turun, pagi ini ada yang beda setelah beberapa hari kami mulai perjalanan TANPA berdo'a kini kami berdo'a sebelum mulai. Tak lebih dari 20 menit kami menerobos hutan kamipun menemukan jalan setapak yang cukup lebar dan setelah kami telusuri sekitar 300 meteran kami tiba di sebuah pondok pencari damar yang masih ada penghuninya.
"Assalamualaikum. selamat pagi", salam ku pada mereka. Sesaat mereka terkejut melihat kedatangan kami dan setelah kami jelaskan tentang perjalanan kami disisni merekapun terlihat senang dan seraya menceritakan tempat-tempat yang bagus di sekitar sini. Beberapa buah jagung bakar mereka bakarkan untuk kita bertiga dan kamipun tak mau ketinggalan turut membuka sisa-sisa perbekalan kopi terakhir untuk dinikmati bersama hingga suasanapun jadi terasa hangat.

Tak lama kami berpamitan untuk segera turun, namun salah seorang dari pencari getah damar menyarankan untuk tidak turun melalui jalur puncak dingin (Gunung Bulu Torenali) karena terlalu jauh “sebaiknya nanti ada jalan setapak ke kiri, ikuti saja…itu akan lebih cepat sampai ke Desa Sedoa”. “wah…kebetulan” pikirku dalam hati, jadi bias langsung ambil motor yang kami titipkan, dan akhirnya kamipun mengikuti saran Bapak pencari getah dammar tadi.

Beberapa menit berjalan kami selalu memperhatikan persimpangan arah ke kiri, dan akhirnya kami temukan juga jalur yang di maksud. Rupanya Indra sudah tau sebelumnya tentang jalur turun yang ini, ini adalah jarur transek bersama petugas Taman Nasional yang di lalui tahun kemarin “katanya”.
Setelah ± satu jam 40 menit kami tiba di pertigaan sungai pertama dan saya putuskan untuk istirahat sambil masak makan siang yang sudah lewat waktu, “sekarang jam 13.20, kita brenti dulu masak makanan terakhir ya…” saranku pada mereka berdua dan merekapun setuju, toh jarak menuju desa Sedoa tinggal sedikit lagi.

*baca tulisan sambil lihat urutan foto..
*seperti biasa foto dan cerita lanjut esok, kalau sempat..

3 komentar:

  1. wah indahnya, subhanallah masih banyak keindahan di bumi indonesia. oiya bagaimana cara mendapatkan peta topografinya ya? trims

    BalasHapus
  2. Wuuuiihhhh kita aja yg dipalu track kesana kemari belum nyampe kesini ( udah ga mahasiswa lagi) salam dari saya ex mapala.sagarmatha faperta untad bang.

    BalasHapus
  3. sepertinya yg di foto itu sungai yg di shelter noki

    BalasHapus